Strategi Investasi di Tengah Kemelut Pasar
Berikut adalah hasil riset yang dibuat saya bersama tim riset infovesta.com (bapak Edbert Suryajaya). Semoga dapat bermanfaat bagi anda semua. Sebagai informasi, artikel ini juga dimuat dalam tabloid mingguan kontan edisi 24 Januari 2011. Sebelumnya saya mohon maaf, karena kegiatan kantor yang amat padat pada awal tahun ini, update di blog ini sedikit terlambat.
Penurunan harga saham itu ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, investor yang sudah terlanjur membeli terpaksa harus gigit jari lantaran posisinya rugi. Di sisi lain, penurunan menjadi kesempatan emas bagi investor yang memiliki dana berlimpah untuk membeli di harga rendah. Pertanyaannya, pada harga berapakah baru dianggap murah?
Per tanggal 20 Januari 2011, IHSG ditutup pada level 3454, turun 250 poin atau sekitar 6.8% dari posisi akhir tahun lalu. Apakah pada harga demikian, harga saham sudah murah? Apakah investor yang sudah memiliki dana sudah bisa bersiap-siap masuk?
Salah satu acuan yang digunakan oleh investor untuk menentukan waktu yang tepat untuk berinvestasi adalah dengan melihat apakah secara fundamental harga saham juga sudah berada pada valuasi yang relatif murah.
Salah satu cara untuk mengetahui valuasi harga saham secara fundamental adalah menggunakan indikator Price Earnings Ratio (PER). PER sendiri merupakan perbandingan antara harga saham suatu perusahaan dengan pendapatan dari perusahaan tersebut. Singkat kata, semakin tinggi rasio PER maka semakin mahal valuasi saham secara fundamental dan sebaliknya.
Berikut adalah rasio PER dari LQ-45 (45 saham paling likuid di bursa) selama 5 tahun terakhir.
Grafik PER LQ 45 Periode 20 Januari 2006 – 20 Januari 2011
Grafik diatas adalah grafik pergerakan PER LQ 45 selama 5 tahun terakhir. Garis merah melintang yang memotong grafik PER diatas adalah garis rata-rata PER selama 5 tahun terakhir, garis biru adalah rata-rata PER ditambah 1 kali standar deviasi, dan garis merah adalah rata-rata dikurangi 1 kali standar deviasi PER. Dengan menggunakan ketiga garis tersebut, kami membagi grafik PER diatas menjadi 4 zona sebagai berikut:
Rasio PER pada 20 Januari 2011 adalah sebesar 19.01 kali. Berdasarkan pembagian di atas, berada di Zona Optimistis. Dari sisi valuasi, sebenarnya harga saham belum bisa dibilang murah secara fundamental. Kalaupun investor ingin melakukan bargain hunting, harus benar-benar memperhatikan siklus ekonomi (ekspansi dan pemulihan).
Pada tahun 2010, meski berada pada zona tersebut IHSG mengalami penguatan yang signifikan karena pemerintah terus mempertahankan kebijakan yang positif terhadap pertumbuhan perekonomian (pemulihan dan ekspansi). Salah satu tanda-tanda kebijakan yang positif adalah dipertahankan suku bunga pada level yang relatif rendah. Hal ini membuat dana yang beredar di masyarakat bertambah sehingga mampu menggerakan perekonomian.
Bagaimana dengan 2011? Pemerintah Indonesia masih berkomitmen untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate). Meski demikian, hal ini mendapat berbagai cobaan seperti tingkat inflasi yang di luar perkiraan dan negara tetangga yang mulai menaikkan suku bunga acuan sehingga selisih kita dengan negara tetangga semakin kecil yang bisa berakibat pada melemahnya kurs dan kekhawatiran akan hengkangnya hot money.
Dalam kondisi demikian, mempertahankan suku bunga akan menjadi sangat sulit bagi pemerintah. Jalan lain bagi pemerintah adalah mencoba untuk mengendalikan tingkat inflasi. Keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan tingkat inflasi akan menjadi salah satu andalan pemerintah untuk tidak menaikkan suku bunga. Berbagai usaha juga sudah dilakukan seperti penurunan tarif pajak untuk komoditas pangan dan penyederhanaan proses pengadaan benih dan pupuk bagi petani.
Dalam kondisi demikian, masuk ke bursa saham dalam valuasi yang relatif mahal merupakan tindakan yang kurang bijaksana. Ada beberapa opsi yang bisa digunakan investor, tetap berinvestasi namun lebih selektif pada saham atau emiten yang memiliki prospek jangka panjang, atau bersabar sedikit sambil menunggu PER turun ke tingkat yang lebih rendah (menurut kami di sekitar 16 – 17 kali) sambil memperhatikan siklus ekonomi yang terjadi.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi anda.
Infovesta, your investment solution
Penyebutan produk investasi di atas (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, ataupun rekomendasi jual beli atau tahan untuk instrumen tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis.
“Melakukan copy & paste artikel berita ini dan atau mendistribusikan ulang melalui situs atau blog Anda tanpa izin tertulis adalah melanggar Hak Cipta / Copyright ©”
Tulisan menarik pak rudi. Ada beberapa pertanyaan yang membuat saya penasaran.
Pertama, Menurut pak Rudi sejauh mana indeks bepeluang melanjutkan pelemahannya?
Kedua, Faktor apa selain inflasi yang bisa membuat indeks ke PER 16?
Ketiga, PER 16-17 itu berarti level indeks berapa ya?
Keempat, saya masuk RD saham pada level 3300 dgn level NAB RD tersebut adalah 1303. Nah, kemudian ketika sekarang indeks turun ke 3400, kok NAB saya sangat jatuh jatam ke 1230 ya? padahal kan level indeks relatif sama ketika saya masuk. Kira-kira apa ya penyebabnya? Terimakasih banyak pak Rudi buat pencerahannya
info bagus bapak, lumayn buat kita yang nota benenya belum menegrti akan mekanisme saham . .
saya sangat tertarik dengan saham, namun mungkin nanti kalau hidup saya jauh lebih mapan dan menjajikan.
Gpp pak, semua ada waktunya…
Yang penting terus work hard and work smart
@putri
Selamat malam Putri,
Terkait pertanyaan anda,
Pertama, saya tidak tahu dengan pasti harganya akan turun hingga berapa. Tapi mengingat ketersediaan likuiditas dana asing yang berlimpah dan prospek pertumbuhan ekonomi kita yang masih bagus, saya percaya tidak akan turun hingga ke level zona pesimistis.
Kedua, Menurut saya harga akan turun kalau orang menjual sahamnya. Apa alasan orang menjual sahamnya? bisa banyak sekali, kalau diingat2 dari jaman pertama saya investasi hingga sekarang, dan dari tahun ke tahun bisa berubah-ubah. Misalnya tahun 2005, waktu itu kenaikan BBM, tahun 2008, Subprime Mortgage, tahun 2010 (sempat turun cukup dalam) waktu gunjang ganjing Bank Century dan pergantian menteri keuangan.
Kalau sekarang memang yang lagi trend suku bunga dan inflasi. Tapi ke depan, bisa saja alasannya bisa lain.
Ketiga, untuk itu saya pikir lebih baik anda ikutin grafiknya saja. Karena dengan diupdatenya laporan keuangan, rasio PER yang dihitung dari Harga dibagi EPS (Earning Per Share) bisa berubah dari waktu ke waktu. Misalnya hari ini harganya Rp 1000, EPSnya 200. PER = 5. Besok karena laporan keuangan sudah update EPSnya menjadi (katakan) 250 dan harganya tetap Rp 1000. Maka PERnya menjadi Rp 1000 / 250 = 4 kali. Jadi misalnya hari ini saya katakan IHSG (misalnya) 3800 = 17 kali, bisa saja bulan depan dengan IHSG yang sama PER menjadi 16 kali karena earningnya meningkat. Grafiknya bisa diakses di infovesta.com (kalau sudah punya user) di bagian E-Store yang pilihan nomor 4.
Keempat, berdasarkan cerita anda ada kemungkinan bahwa reksa dana yang anda miliki (dalam periode yang anda beli) memiliki tingkat risiko yang lebih besar dibandingkan dengan IHSG. Risiko tersebut dihasilkan dari komposisi saham yang dimiliki dan pengelolaan yang dilakukan oleh Manajer Investasi. Risiko tersebut bisa diukur dengan menggunakan metode standar deviasi atau beta. Jika risiko anda lebih besar dibandingkan dengan risiko IHSG, maka pada saat IHSG turun, penurunannya lebih dalam daripada IHSG. Pada saat naik (diharapkan pula) kenaikannya lebih tinggi dibandingkan IHSG.
Semoga mampu menjawab pertanyaan anda. Terima kasih.
Ass ww.Pak Rudi terima kasih atas ulasannya.Yang dapat saya tarik kesimpulan dari uraian bapak adalah kita harus punya data pergerakan PER yang cukup(minimal 5 thn) untuk menentukan kapan melakukan investasi di pasar modal agar tidak salah langkah.
Grafik diatas adalah sebagai kompas kita bermain di bursa saham jika ingin sukses & selamat.
Menurut saya data pergerakan PER tsb harus selalu di update,perhatikan situasi politik dalam negeri,situasi ekonomi global dan yang tidak kalah penting adalah pengendalian diri (sabar, cermat, tidak ragu2 dan cepat mengambil keputusan kapan melepas saham dst.).Kalau boleh memberi point ,ulasan bapak dapat point 9 dari skala 0 – 10.
Demikian pak Rudi ,saya tunggu ulasan selanjutnya.Wass ww (Imam Mualam)
@imam m
Salam Sejahtera Pak Imam,
Terima kasih atas penilaian anda, mudah2an saya bisa dapat nilai 10 untuk postingan yang akan datang.
Pembahasan bapak tentang PER sangat menarik. tetapi utk mengetahui PER suatu saham kita perlu tahu EPS dari saham tersebut. Dimana kita bisa mendapatkan data EPS dari saham-saham perusahaan yang listing di bursa pak? terutama data terkininya (update). Terimakasih sebelumnya.
Yth Pak Andreas,
Untuk mengetahui EPS saham, anda bisa diperoleh pada Laporan Keuangan perusahaan. Lebih spesifik pada laporan rugi laba. EPS atau Laba Per Saham ada pada bagian tersebut.
Publikasi laporan keuangan yang paling cepat biasanya di Harian ekonomi seperti Kontan atau Bisnis Indonesia. Untuk perusahaan terbuka, laporan tersebut diwajibkan oleh regulator. Atau anda juga bisa melihat di situs Bursa Efek Indonesia. Di situ juga tersedia data laporan keuangan yang bisa anda download. Hanya saja masih publikasi koran yang paling cepat.
Semoga bermanfaat pak.
Yth Pak Rudiyanto
Terima kasih atas info yang Bapak berikan. Info ini memberi tambahan ilmu pengetahuan saya tentang investasi. Saat ini saya ada beberapa pertanyaan.
1. Apakah indikator ROE bisa diukur untuk menentukan PER ? Apabila bisa, kira2 bagaimana cara menghitungnya ?
2. Bila melihat indikator harga minyak, dan harga minyak kembali ke $140 dalam waktu dekat karena kondisi di timur tengah, apakah ressesi besar bisa kembali terjadi dan PER kembali ke kisaran 5 – 10 ? Atau malah lebih rendah ?
Demikian Pak Rudi, Terima Kasih.
@Henry
Yth Pak Henry,
Untuk pertanyaan pertama pendekatan ROE untuk menentukan PER digunakan sebagai salah satu tools analisis dalam fitur saham infovesta.com. Pada dasarnya kami menggunakan perbandingan dari beberapa saham yang sejenis, setelah dihilangkan saham-saham yang outlier kami menggunakan program statistik untuk menentukan PER wajar dari masing-masing saham sesuai dengan besaran ROEnya. Apabila PER Actual lebih kecil dibandingkan PER sesuai program statistik, maka kami menyimpulkan harganya undervalue dan sebaliknya disebut overvalue bila lebih besar. Metode di atas merupakan salah satu metode yang digunakan infovesta dalam menentukan harga wajar saham.
Untuk pertanyaan yang kedua, saya lebih melihat dari sudut pandang apakah pemerintah Indonesia berhasil mengendalikan inflasi. Hal ini bisa dilihat dari kebijakan suku bunga dan angka inflasi yang akan keluar sepanjang tahun ini. Jika berhasil, maka meski harga minyak tinggi saya percaya bahwa level PER tidak akan turun ke level Krisis. Outlook saya juga dibahas disini http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2011/02/26/benang-merah-antara-makro-ekonomi-dan-investasi/.
Semoga bermanfaat